Oleh Edi Basuki
Seperti tahun yang lalu, tahun ini Provinsi Jawa Timur tetap
mengalokasikan anggaran ratusan juta untuk upaya pemberantasan buta
aksara (dahulu buta huruf). Konon, dana yang banyak itu juga untuk
pengadaan sarana prasarana pendukung program, seperti ATK, bahan
belajar, aneka honor, juga untuk mengadakan kegiatan orientasi tutor dan
penyelenggara, serta diklat tutor keaksaraan. Harapannya, tentu program
pemberantasan buta aksara sukses, daya serap anggaran lancar dan semua
yang terlibat, dari hulu sampai hilir bisa tersenyum kecipratan
anggaran.
Seperti diketahui, program keaksaraan fungsional adalah upaya
memberikan pengalaman belajar yang melibatkan mental dan fisik melalui
interaksi antara tutor dan peserta didik, dalam rangka pencapaian
kompetensi yang diharapkan, yaitu penguasaan calistung dan pengetahuan
dasar yang berguna bagi peningkatan kualitas hidup dalam arti luas.
Mengingat program pemberantasan buta aksara itu sasarannya diatas
usia sekolah, berusia antara 15 sampai 60 tahun, dan bekerja di sektor
informal, maka dalam pembelajarannya wajib menggunakan pendekatan andragogi
yang menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk
menperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk bisa membantu
memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi.
Artinya, proses pembelajarannya harus berdasarkan minat kebutuhan
peserta didik, serta memanfaatkan potensi lokal yang memungkinkan untuk
dikembangkan sebagain usaha ekonomi produktif. Di sisi lain, sikap tutor
dan pengelola haruslah benar-benar bisa melayani peserta didik yang
memiliki “karakter unik”, malas belajar, dan cepat bosan. Harus
bisa mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga peserta
didik mau berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, dalam rangka
mengembangkan budaya belajar untuk memelihara kemampuan calistung.
Inilah tantangan para pegiat program keaksaraan yang sulit dilalui
tanpa dukungan kebijakan yang berkesinambungan untuk mengawal peserta
didik agar terbebas dari buta aksara. Dengan kata lain, senyatanyalah
program keaksaraan fungsional itu kurang digarap secara
berkesinambungan, tidak ada dana kelanjutan untuk penguatan kelompok,
tidak ada dana pendampingan yang signifikan. Sehingga yang terjadi,
sering kali, kelompok belajar yang telah dibina selama program berjalan
dan menunjukkan semangat untuk maju, terpaksa mati merana setelah
program selesai, karena tidak ada yang mendampingi lagi, disamping itu
modal usaha yang sedikit itu pun habis tak berbekas.
Apalagi, masyarakat sekarang semakin cerdas. Walau masih buta aksara,
hanya mau belajar ikut program pemberantasan buta aksara, jika jelas
bayarannya, dan jika sudah selesai programnya, mereka lebih suka bodo
lagi alias buta aksara kembali. Karena dia sadar program keaksaraan ini
akan selalu ada disetiap tahunnya. Sehingga yang terjadi, program
beginian ini menjadi semacam ‘kegiatan karitas tanpa makna perubahan’.
Sebenarnya, para pelaku program keaksaraan itu sadar bahwa perlu ada
program tindak lanjut untuk mendampingi para penyandang buta aksara,
sampai dia benar-benar bisa calistung. Tidak sekedar bisa menulis nama
sendiri atau nama keluarga doang. Ya, minimal kemampuan calistungnya
setara sekolah dasar, sehingga nanti bisa diatur untuk langsung
dinominasikan ikut ujian nasional pendidikan kesetaraan paket A (kalau
mereka mau dan mampu).
Program tindak lanjut itu bisa berupa rintisan program TBM,
keaksaraan usaha mandiri, maupun program PNF lainnya yang mendukung
pelestarian keberaksaraan.
Tentu, bukan hanya Jawa Timur saja yang memiliki kantong buta aksara.
Provinsi lain pun kiranya juga punya masalah buta aksara, hanya beda
penanganannya, sehingga tidak terlalu menarik perhatian. Disinilah,
perlunya ada political will dari pejabat yang membidangi program
keaksaraan, agar usaha pemerintah memberantas buta aksara benar-benar
berbuah manis, semanis dana program yang ratusan juta besarnya dan
sering dimainkan oleh oknum yang pandai mengeksploitasi buta aksara.[edibasuki/humasipabi.pusat_online]
*) Edi Basuki adalah pamong belajar BPPAUDNI Regional II Surabaya saat ini menjabat sebagai Humas Pengurus Pusat IPABI
sumber : http://fauziep.com/keaksaraan-fungsional-yang-belum-fungsional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar